Teringat masa kecilku// Kau peluk dan kau manja //Indahnya saat itu /buatku melambung/ disisimu terngiang// Hangat nafas segar harum tubuhmu// Kaututurkan segala/ mimpi" serta harapanmu//
Kau inginku menjadi yang terbaik bagimu// Patuhi perintahmu/ jauhkan godaaan/ yang mungkin kulakukan// Dalam waktuku beranjak dewasa// Jangan sampai terpaku/ terbelenggu jatuh dan terinjak//
Tuhan tolonglah/ sampaikan sejuta sayangku untuknya// Ku trus berjanji/tak kan khianati pintanya// Ayah dengarlah/ betapa sesungguhnya kumencintaimu// Kan ku buktikan ku mampu penuhi maumu//
The superman! |
Andaikan detik itu/ kan bergulir kembali// Kuregukkan suasana/ basuh jiwaku/ membahagiakan aku// Yang haus akan kasih dan sayangmu// Kuwujudkan segala sesuatu yang pernah terlewati//....
....14 Agustus2010 kali ini mengingatkan segala memori 7 tahun lalu, 14 Agustus 2003 pukul 11.00 WIB tepat setelah mengikuti perayaan Hari Boden Powell. Masih bocahi ngusan dengan titel baru lulus SD dan anak baru SMP, tidak pernah menyangka bahwa hari itu selain semua orang berpanasan berdiri di tengah lapangan menanti waktu upacara selesai, aku pun akan berpanasan menggeluti perasaan kalut tak menentu, histeris tak terkendali, tak percaya setengah mati dengan keseluruhan rangkaian hari itu. Aku pikir Tuhan bercanda dengan hari itu, aku pikir Tuhan hanya mengajakku bermain sesaat hingga aku tergelak tawa, aku pikir Tuhan hanya mengajakku menari bersama angin untuk segera sampai rumah membuka puluhan surat pena yang masuk.Dan aku pikir Tuhan baik hari itu, untukku. Tapi Tuhan sedang tidak baik padaku hari itu. Semua pikiran kebaikan pada Tuhan hanya kamuflase semata. Tidak ada canda Tuhan, tidak ada fase bermain-main dengan Tuhan, tidak ada pula tarian bersama angin. Tapi satu yang memang Tuhan berikan padaku hari itu dengan kesempurnaan kepastian, puluhan surat pena yang telah menanti pulang untuk berbagi kekuatan dalam kesedihan.
Tidak pernah membayangkan terkena petir skala tinggi pada siang bolong dengan keredupan sang surya memang, tapi hari tidak hujan! Bukan berjalan tertatih awalnya, malah membanggakan kehidupan sebagai anak SMP baru masuk. Tapi akhirnya berjalan tertatih pula pada radius 50 meter dari rumah. Shit! Aku tak menyukai lelucon ini, seorang yang datang dengan muka masam tengah mengalirkan sumber air mata hatinya ketika menghadapku. Bergegas menarikku dalam tengah kegembiraan bercerita untuk masuk dalam euforia temaram. Dan memang, puluhan surat pena menantiku di rumah,puluhan surat pena tengah memenuhi seluruh rumah lokomotif bapak dan ibu,puluhan surat pena mengalirkan ribuan stimulus untuk ibu di rumahnya. Dan aku tak mampu merespon keadaan, aku tak terima dengan keberadaan mereka. Mereka hanya akan menambah derita akan kepastian yang aku tak mau itu menjadi pasti.Aku tak mau, TUHAAAANN!! Aku baru saja lulus SD, semua itik belum berdiri dengan kokoh.
Bapak meninggal. Itu kepastian yang memang harus, mesti dan wajib kami terima. Pernyataan lucu, BAPAK MENINGGAL!Kapan bapak meninggal??!! Bapakku baru saja akan menyelesaikan masa training kepemimpinan, kenapa mesti meninggal?! Harusnya kami akan menjemput bapak besok, bukan sekarang! Itu pula kenapa tega seorang Izrail mendahului rencana kami menjemputnya! Dasaarr! Tak tahu diri kau, harusnya hargai kami sebagai anak-anaknya menjemput bapak kami, dan bukan kau yang harus membawanya pergi,Shit! Kami tak menerimanya Tuhaaaaaannn!! Kami belum siap, terlalu dini inisemuaaa!!
Hee, aku benci ini. Bapakku terlihat sangaaat dan saangaaat tampan. Sangaaaat tampan! Tapi sayang, terlihat sangat sempurna ketampanannya tatkala berada dalam peti yang telah ditunggu sejaksiang. Sangat tampaaaann! Dan aku benci, aku sangaaat bencii! Aku benci melihat ketampanannya sekarang. Aku benci melihat ini semua. aku sedih melihat tangisanku. Aku sedih melihat tangisan ibu yang sengaja ditegarkan. Aku sedih melihat tangisan bapak, aku yakin dia pun menangis. Tak rela tak bersama kami.Tapi kenapa pula bapak harus menuruti keinginan Izrail?!! Bukankan telah cukup paham bahwa kami akan menjemputnya besok. Kenapa pula bapak tidak sabar untuk pulang ke rumah? Bukan ke rumah Tuhan, pastinya!
14 Agustus 2003 menjadi hari paling buruk dalam sejarah kelam. Trully bad day! Melihat semua orang larut dalam euforia kelam, melihat perhatian seluruh orang yang mencintai bapak hadir dalam kekalutan, melihat ketegaran seorang istri yang harus bersiap menghadapi keburukan hari esok tanpa kekuatan lain, melihat persiapan pemulangan ragabapak ke liang, melihat teman baru mencoba memusatkan perhatian akan kesedihandi depanku, dan aku benar-benar tidak rela melepas bapak dari rumah. Kenapa harus dipindah, ini rumah beliau!
Prosesi tersulit! Harus memandang wajah bersih bapak sesaat sebelum kepergian raga dari rumah. Aku beenccii!!!Aku sungguh benci! Aku menangis! Tak kuat dan tak rela, sangat tidak rela! Benar-benar dingin dan kaku bapak terbujur di sana. Kain putih menjadi selimut terakhir, pasti dingin di dalam sana. Hidungnya disumpal dengan kapas, tapi senyumnya mengembang pasti. Dingin sekali pipi, hidung, dan dahi ketika bibiri ni merasa. Matanya menutup kalut, hidungnya tidak bergerak lagi. Bapak memang telah meninggal. Tidak ada kembali harapan beliau akan bangun dan memeluk anak putrinya. Aku baru pasrah dan sadar, lemas!
......semalam benar-benar merasakan aura itu kembali. Wajahnya begitu lekat dalam bacaanku, dan aku tersenyum dalam tawa dan ingus. Melihat wajahnya dalam pekat malam dalam mengenang hidup kami sebelum 7 tahun lalu berasa sangat dalam. Teringat segala perhatian tercurah untuk putri kecilnya dahulu yang sekarang tidak dapat dinikmati. Teringat dalam dekapan saat menangis dulu. Teringat ciuman di kepala saat setiap kali duduk didepan motor dinasnya. Teringat saat sering mengajak ke pantai. Teringat saat masih tidur dalam dekapannya. Teringat saat mengganggunya di waktu makan siang kantor untuk meminta mengantarku pulang dari sekolah. Teringat perjalanan ke Bali yang akhirnya memang menjadi perjalanan terakhir. Teringat foto bersama yang bukan menempati ruang studio foto. Hingga teringat pesan terakhir sebelum beliau dinas,
"Jagain ibu, jangan sering bertengkar sama andi, bantu ibu buat ngurus rumah". Dan memang itu menjadi kata-kata terakhir...,,
....................Semua ingatan selalu berbekas, tidak untuk dilupakan, dan aku bangga.............
My Angels |